Senin, 31 Januari 2011

Sebuah Nama Sebuah Cerita

Sepenggal kisah tentang papi tercinta..
Saya merasa beruntung. Saya dilahirkan di keluarga yang bisa dikatakan mapan dari segi materi dan sempurna dari segi lainnya. Saya memiliki orang tua yang lengkap serta ke dua adik laki-laki kembar yang menyenangkan, walaupun terkadang ada saja masalah yang datang menimpa kami sekeluarga, saya tetap merasa keluarga saya adalah keluarga yang sempurna.

Dari kecil saya sangat dekat dengan papi saya, jauh melebihi kedekatan saya dengan anggota keluarga yang lain. Setiap ada masalah atau hanya sekedar berbagi cerita, saya selalu lebih dulu membaginya dengan papi saya, baru dengan anggota keluarga yang lain. Dibandingkan dengan mami, saya jauh lebih nyaman berdiskusi dengan papi untuk setiap permasalahan yang saya hadapi, kecuali masalah kewanitaan. Papi bisa melihat setiap permasalahan dari berbagai sudut pandang sehingga masalah yang dihadapi bisa lebih mudah diselesaikan. Papi memiliki pengalaman yang begitu banyak, apalagi pengalaman berorganisasi. Papi mampu memimpin dirinya sendiri serta memimpin orang-orang di sekitarnya. Tak heran banyak orang yang meminta pendapatnya ketika sedang menghadapi masalah. Papi juga mampu mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk melihat segala sesuatu dari sisi yang berbeda dan mensyukuri semuanya itu. Papi selalu mengajarkan orang untuk tidak mengambil keuntungan demi kesenangan pribadi semata. Papi sangat memikirkan kepentingan bersama daripada kepentingan dirinya sendiri. Papi dengan senang hati membantu semua orang yang sedang menghadapi masalah. Tidak hanya orang-orang yang dekat atau kenal dengan dirinya saja, bahkan tukang parkir di Lembah Karmel Bandung yang sedang kesulitan mengatur mobil-mobil pun dengan senang hati papi bantu (dengan cara ikut menjadi tukang parkir), tanpa memandang status dan pekerjaan tukang parkir tersebut. Papi tidak pernah membedakan status serta pekerjaan orang.

Di mata saya serta kedua adik kembar saya, papi adalah idola dan teladan kami. Apa yang dilakukan dan diajarkan papi sebisa mungkin kami lakukan juga. Walaupun sebagai anak muda, kami masih sering kali mengecewakan papi. Kami mengenal papi sebagai seorang yang demokratis. Papi selalu menghargai pendapat anak-anaknya mengenai hal apapun. Beliau tidak pernah memaksakan anak-anaknya menjadi apa yang papi mau. Papi sangat menghargai keputusan kami ketika kami memutuskan untuk kuliah dan bersekolah di tempat yang kami inginkan. Selama papi mampu membiayai kami, kami bebas menentukan impian serta menjadi apa yang kami mau. Papi yakin dengan memberikan kebebasan ini, kami mampu menjadi orang yang sukses dengan cara kami sendiri tanpa ada paksaan dari siapa pun. Dengan menjalani pilihan kami sendiri, papi secara tidak langsung mengajarkan kami untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan yang kami lakukan. Papi tidak pernah memarahi kami ketika kami mendapat nilai jelek atau kami malas masuk kuliah/sekolah. Papi hanya mengatakan, apabila kami malu karena tidak naik kelas atau dimarahi guru, itu resiko yang kami harus tanggung sendiri. Dengan cara seperti inilah papi mengajarkan kami untuk berpikir secara luas dan melihat ke depan sehingga kami harus berpikir secara matang dahulu sebelum mengambil keputusan.

Hal paling penting yang diajarkan papi kepada kami adalah bagaimana cara menghemat uang. Papi selalu mengatakan kepada kami (apalagi saya), belilah barang-barang yang penting dan memang dibutuhkan terlebih dahulu. Jangan membeli barang-barang yang dirasa masih kurang penting karena barang-barang tersebut masih bisa dibeli nanti ketika kami sudah membutuhkannya. Hal itu tidak hanya sekedar keluar begitu saja dari mulut papi, tapi papi terapkan dalam kehidupan sehari-hari papi. Papi tidak pernah membeli barang-barang yang tidak penting dan tidak papi butuhkan. Papi selalu mendahulukan keperluan keluarga daripada keperluan papi sendiri. Sedih rasanya ketika saya melihat papi memakai jaket yang sudah usang karena sudah bertahun-tahun dipakai, dengan alasan jaket itu masih bisa papi pakai. Saya yakin papi bukannya tidak punya uang untuk membeli jaket, tapi papi merasa jaket itu masih bisa dipakai sehingga tidak perlu membeli jaket yang baru.

Masih banyak hal lagi yang papi ajarkan kepada kami. Begitu banyak teladan yang papi tunjukkan kepada kami. Kerja keras papi sebagai kepala keluarga, kejujuran papi dalam menjalankan setiap pekerjaan, menjadi modal utama papi menjadi orang yang sukses dan disegani di mata kami dan orang-orang di sekitarnya. Sekarang usia papi sudah menginjak kepala 5, kami pun sudah beranjak dewasa. Kami menyadari tidak ada yang abadi di dunia ini. Sudah saatnya kami membalas semua kebaikan yang papi berikan kepada kami. Kami akan berusaha menjadi orang yang sukses dan menjadi anak-anak yang bisa papi banggakan. Semua jerih payah papi tidak akan kami sia-siakan. Semua ajaran dan teladan papi akan selalu kami ingat dan kami berikan pada anak serta cucu kami. Kami semua sayang papi.